Facebook Twitter RSS

Ridho dan Nyamuk


Karya: Hilman Taufiq

Menjelang tidur, Ridho tampak gelisah tak dapat tidur. Suara nyamuk yang berisik terdengar jelas oleh telinganya. Sesekali, tangannya menepuk sana-sini mencoba menghentikan bunyi yang mengganggunya. Bukan hanya itu, mulutnya juga sesekali  menguap. Ibu pun yang sudah terlelap, terbangun dan menghampiri Ridho.
“Ada apa sayang ?”  Tanya ibu yang menghampiri ranjang tempat Ridho tidur.
“Banyak nyamuk,Bu”, kata Ridho. Ibu tersenyum.
“Mungkin kamu jarang membersihkan kamar, Anakku,”  kata ibu.
Ridho pun diam. Dan membenarkan kata ibunya.
“Lalu aku harus bagaimana, Bu’ kata Ridho.
“Kamu harus rajin membersihkan kamarmu, Anakku.”
“Bagaimana untuk malam ini ? Aku tidak bisa tidur. Sedangkan besok aku harus bangun pagi-pagi karena ada ujian di sekolah.”
“Kenapa kamu tanyakan hal itu ? Apakah kamu sudah lupa cara bangun pagi, Anakku ?” Tanya ibu sambil tersenyum.
“Aku kawatir kesiangan, Bu’. Nyamuk-nyamuk ini selalu menggangguku,aku jadi tidak bisa tidur,” kata Ridho sambil menepuk sana-sini.
Ibu tersenyum. ” Anakku kenapa cuman gara-gara nyamuk, kamu bisa kesiangan ?”
“Seperti yang aku bilang,Bu’. Aku tidak bisa tidur karena nyamuk-nyamuk ini.”
“Ya sudah, kalau begitu kamu pindah ke kamar ibu,” kata ibu.
Ridho pun pindah ke kamar ibunya. Berbeda dengan kamarnya, kamar ibunya sangat bersih dan sepertinya tidak ada satu pun nyamuk yang ada di kamar ibunya. Tak lama kemudian, Ridho pun terlelap tidur.
“Nak,bangun! Sudah subuh.Bukan kah kamu harus berangkat pagi-pagi ? Ada ujian, kan di sekolah ?” Ibu membangunkan Ridho yang masih tidur.
Perlahan, Ridho balik badan sambil bermalas-malasan. Hanya membuka mata sebentar, Lalu kembali tidur. Ibu pun menarik nafas panjang. Di gonyang-goyangkan tubuh Ridho.
“Anakku, bangun ! Sudah subuh !”
Ridho merasa terganggu. Dengan terpaksa dia pun bangun. Lalu dia ke kamar mandi  mengambil air wudhu.
Pada pukul enam pagi, ibu sedang memasak di dapur membuatkan sarapan pagi. “Bu’…aku tidak mau ke sekolah, ya ? ini hari saja bu”, Ridho dengan wajah malas.
Ibu pun yang sedang membuatkan nasi goreng menghentikan aktivitasnya, lalu menoleh kea rah Ridho.
“Kenapa, Anakku ? Bukankan hari ini ada ujian di sekolah mu ?”
“Aku masih ngantuk Bu’. Semalaman kan aku tidak bisa tidur.”
“Ah, ibu perhatikan semalaman kamu lelap tidur di kamar ibu.”
“Aku memang tidur lelap di kamar ibu. Tapikan sebelumnya aku di ganggu nyamuk.”
Ibu selesai memasak. Di pindahkannya nasi goreng dari wajan ke piring. Lalu dia kemeja makan, di ikuti Ridho yang belum mendapatkan izin untuk tidak masuk sekolah hari ini.
“Ya Ibu’, ya ? Hari ini saja,” kata Ridho sambil duduk di kursi meja makan.
“Nak… coba kamu bilang sekali lagi, kenapa kamu tidak mau masuk sekolah ini hari ?”
“Aku lemas, Bu’. Semalaman aku di ganggu nyamuk. Sepertinya, nyamuk itu memang sengaja membuatku lemas seperti ini. Ibu kan tahu, semalaman mereka selalu menggangguku.”
Ibu kesal dan mangambil nafas panjang.
“Mestinya kamu bejar dari nyamuk itu, Anakku. Nyamuk itu mengganggumu karena mereka memang di tetapkan Tuhan sebagai makhluk penghisap darah.”
“Apa yang harus di pelajari dari nyamuk itu, Bu ?
“Semangat hidup dan perjuangannya, Anakku.”
“Semangat hidup ? Perjuanagan ?“ Ridho tidak mengerti.
“Engkau tahu, Anakku ? Nyamuk-nyamuk itu mempertaruhkan nyawa mereka demi mempertahankan hidup. Mereka mencari makanan dengan menghisap darahmu. Tahukah bahwa sesekali kamu mendendangkan syair kematian kepaada mereka ? Engkau menepuk mereka yang terbang di sekitarmu. Tahukah kamu bahwa sekali tepuk saja nyamuk itu sudah tak berdaya ? Nyamuk-nyamuk tahu hal itu, tetapi mereka tidak pernah menyerah. Mereka terus menyerang mu demi mempertahan kan hidup mereka,” kata Ibu.
 Ridho mulai mengerti nasehat ibunya.
“Sementara kamu kuat. Dengan sekali tepuk pun kamu tidak akan mati. Tetapi kenapa kamu kalah dengan nyamuk ?  Tak ada rintangan yang akan datang pada mu ketika kamu pergi ke sekolah atau melakukan aktivitas apapun. Apa yang membuat mu merasa malas ?”
Ridho pun sadar. Dia tertunduk malu karena sudah di bandingkan dengan nyamuk yang ternyata lebih semangat di bandingkan dirinya sekarang.
Perlahan-lahan Ridho mengangkat kepala dan memandang wajah ibu. Kata-kata ibu yang menyentuh perasaan membuatnya sadar kini terasa nyaman setelah melihat senyum ibu. Ridho pun ikut tersenyum.
“Sana mandi ! Setelah itu sarapan dan berangkat ke sekolah.” Kata ibu.
Tampat di perintahkan dua kali, dengan perasaan gembira Ridho beranjak ke kamar mandi. Dia bersiap berangkat ke sekolah untuk ujian.

SHARE THIS POST

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Azhar Basis Panrita
Exfi D'mond Blog, "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu)

0 komentar:

Kamu Inspirasiku


Karya: Muh. Mansyawih Ridwan

Gerimis tak berhenti juga, ditambah dengan Henra yang sejak pulang dari sekolah tadi tak keluar-keluar dari kamarnya. Padahal jam dinding hadiah dari temannya sudah menunjukkan pukul 17.15. Itu berarti adzan magrib semakin dekat.
Henra kembali melirik buku paket biologinya. Aduh! Susahnya, ia membanting napas kesal isi buku yang dibacanya dari tadi belum masuk juga ke otaknya. Karena capek, ia selonjoran di kasur bergambar team sepakbola faforitnya manchester united itu. Tapi ia malah teringat oleh mantannya. Sesekali dia melihat foto mantannya yang masih tersimpan di galeri handphone nya. Huh, seandainya! Kenapa dia terus merasuki pikiranku. Malas ah!
Ia sekejap langsung menyimpan ponsel genggam nya kembali ke kantong. Bodohnya aku! Cowok berambut lurus hitam itu mengeluh, namun penyesalan yang menginjak-nginjak batinnya tidak pergi-pergi juga. Iih, Henra menggumam. Kenapa aku dulu menyia-nyiakannya ya? Ga dewasa, kurang bersyukur? Atau, dia yang terlalu seperti anak kecil?
Kenangan itu masih tertempel di otak Henra, saat sosok yang dikenangnya itu mengirimkan sms yang singkat dan penuh makna kepadanya. Pesan yang isinya mengajak Henra putus dengannya. Memang sosok Kiki yang seperti anak kecil, tetapi familiar, mudah bergaul, wajahnya yang bersih, dan bertubuh tinggi namun agak kurus itu bukan termasuk tipe Henra. Tapi ia sulit untuk memutuskan putus atau tidak pada saat itu. Selama ini semenjak putus dengan Kiki, ia sering berkhayal, berkhayal seandainya ia bisa lebih berpikir dewasa lagi. Namun yang sudah terjadi tidak bisa kembali lagi.
Daripada ia teringat dengan kekerasan bapaknya, ia mending terlintas kenangannya dengan Kiki. Plak!! Batin Henra tergoncang, tamparan bapaknya ke bundanya itu sampai menggerakkan gendang telinganya. Bapak, Bapak! Cukup! Henra berlari melerai perkelahain antara bapak dan ibunya. Tak heran kalau Henra terkadang berdiam diri di kelasnya. Wajah gelisahnya membuat dirinya penuh dengan misteri. Tapi sesungguhnya ia termasuk lelaki sabar dan kuat karena ia dapat bertahan dengan kondisi keluarga seperti itu.
“Saatnya jam ke lima dimulai !” Bunyi bel sekolah Henra berdenting, yang menandakan jam istirahat telah usai. Namun Tari masih tetap duduk termenung di bangkunya sampai Herul sobatnya itu membangunkannya dari lamunannya.

“Nra!”
“Eh, kok kamu ngelamun terus, ada apa denganmu sobat?”
“Iya nih, ini lagi pusing kawan.”
“Ooo, makanya saya heran dengan kamu, padahal biasanya kamu yang paling ribut dikelas ini.”
“He, itu itu Kiki!” Herul menyoel-nyoel Henra. Ada apa sih! Kalau kamu suka dia jangan kayak gini dong! lah yang suka dia sebenarnya aku apa kamu sihh !! Herul menyindir sobatnya itu.
Tapi dengan kelucuan sahabatnya itu, akhirnya Tari dapat tersenyum yang sejak kemarin ia terus terdiam dan bersedih karena bapaknya itu menampar bundanya yang tak sengaja mengingatkan bapaknya untuk tidak pulang malam dan berhenti minum minuman keras. Rul, aku tuh udah putus dengannya! Henra menyela sobatnya dengan menahan ketawa.
Tentu saja Henra nggak akan mengatakan ke Herul kalau ia sedang sedih dan meratapi takdirnya. Batas bercerita tetap ada. Dan Tari tak ingin sobatnya itu bersedih lantaran kehidupannya yang menyedihkan.
Dan siang itu meskipun Henra mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tapi pikirannya masih melayang kemana-mana. Seandainya Kiki masih menjadi kekasihku! pasti masalahku akan reda dengan adanya dirinya. Huh malangnya nasibku. Eiiiiihh!! Teriakannya membuat sekelas gaduh dan kaget. Ini berawal dari Akhmad yang menepuk bahu Henra.
“Nra, hihihihi, kok ngelamun aja, nanti kesambet lo!” Akhmad pura-pura tak mengerti kesalahannya. Padahal gara-gara dia Tari dipanggil ke depan oleh Bu Hali, guru paling killer di sekolah.
“Henra! Maju ke depan.”
“Oh, My God!”
“Bilang apa kamu tadi ?”
“Ndak Bu, ndak!”
Semua teman Henra tertawa sambil menahan ketawa karena tak ingin Bu Hali mendengar ketawa mereka, namun tidak dengan Herul dan Kiki. Mereka terlihat sedang berpikir sesuatu.
“Ada apa ya dengan Henra ?”
“Iya ya, ada apa dengan Henra, apa mungkin gara-gara aku ?”
Teman sebangku Herul dan yang tak lain adalah Kiki mencetuskan kata-kata seperti itu. Dan membuat Herul terkejut dan berpikir apa sebenarnya mereka berdua masih saling suka.
Tapi…………
Di lain posisi, Bu Hali memarahi Henra habis-habisan.
“Henra, kamu itu! Kalau kamu tidak ingin mengikuti pelajaran saya. Kamu jangan menganggu pelajaran Ibu!” muka Henra yang memerah membuat dirinya tampak habis makan 100 cabe merah keriting yang biasa dilihatnya ketika diminta bundanya membantu karena dia anak semata wayang ibu nya.
Ti dididingg………… bel pulang yang lagu terakhir ditutup dengan lagu sayonara berbunyi
Untung penderitaan Henra berhenti juga, bel sekolah yang memengakkan telinga itu menyelamatkan hidupnya hari ini. Tak hanya Henra, teman-temannya juga terselamatkan. Karena mereka ingin sekali tak mengikuti pelajaran ini. Tapi begitu melihat Bu Hali, akhirnya mereka mengikutinya.
“Duduk kamu! Ketua kelas pimpin doa!”
“Iya Bu.” Henra dan ketua kelasnya menyahut bersama. Setelah Bu Hali keluar dari kelas, Herul dengan tas merah terangnya itu langsung menyambar Henra. Nra kamu kenapa tadi?
“Iya, kamu kenapa ?”
Oh my God, Kiki! Henra yang semula cemberut langsung bersinar-sinar ketika Kiki menghampiri dan perhatian kepadanya.
“Aku nggak apa-apa kok Kiki! Aku cuma cuma……..”
“Cuma ngelamunin kamu Kiki.” Akhmad menyela perkataan Tari namun Herul membela sobatnya.
“Akhmad, kamu ini apaan sih, tidak tau apa-apa langsung nyelonong saja”
“Nggak nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Kiki ?” Henra mengalihkan suasana dan itu berhasil.
“Ya sudah, saya pulang dulu ya.” Kiki melirik Henra dengan senyumnya yang bisa membuat Henra mabuk kepayang.
“Henra, kamu bener-bener pusing tidak ?”
“Ehmm, nggak sih, aku tadi lagi mikirin Kiki tapi gara-gara Akhmad tukang usil itu, aku jadi dicereweti Bu Hali deh.”
“Ooo, sabar saja lah sobat!”
“iaa, makasih ya!!!” Henra memanggil sobatnya itu dan merangkulnya agar Herul segera pulang dengannya. Lalu mereka menuju ke parkiran tempat motor Herul di parkir karena mereka memang sering barengan berangkat kesekolah.
Sesampainya di rumah, Henra langsung merebahkan diri diatas kasurnya yang berukuran 1 x 2 meter, ketika hampir tertidur, tiba-tiba ponselnya berbunyi, dilihat ternyata Kiki yang menghubunginya dengan sigap ia langsung mengangkat.
“assalamualaikum, ada apa Kiki ?”
“Waalaikumsalam, begini Henra, bisa tidak kamu nanti sore ke rumah ada yang ingin saya bicarakan”
“ia, InsyaAllah saya kerumahmu nanti sore”
Singkat tapi langsung membuat hati Henra senang tiada tara, ia langsung bergegas memilah-memilih baju yang akan dikenakan untuk dipakai kerumah Kiki, padahal sebenarnya maksud Kiki memanggil Henra kerumahnya itu lain, yaitu untuk meluruskan masalah Hendra yang akhir-akhir ini sering melamun dikelas karena Kiki memang dikenal familiar ke teman kelas dan sering membantu teman sekelasnya yang lagi kesusahan.
sesampainya dirumah Kiki, dengan tangan bergetar Henra mengetuk pintu rumah kiki, terdengar seseorang melangkah dari ruangan tengah, ternyata Kiki kemudian Henra dipersilahkan masuk.
Henra dengan ceplas-ceplosnya langsung menanyakan ke Kiki
“sebenarnya ada apa Kiki sehingga saya dipanggil kesini”
“begini teman, kamu taukan siapa yang sering peduli di kelas jika ada teman yang punya masalah, makanya saya disini memanggilmu untuk membantu kamu yang kelihatannya lagi punya masalah”
Dengan lesu Henra berusaha menjawab, dia sadar dia sudah menjadi teman Kiki seperti teman-teman yang lainnya.
“begini Kiki, saya memiliki sedikit masalah keluarga, selain itu saya juga memiliki masalah asmara, kalau boleh jujur sebenarnya saya masih sayang sama kamu Kiki”
Dengan rona malu dan muka yang agak ditundukkan Henra menyatakan perasaannya yang sudah lama menjadi beban di hidupnya tersebut.
“kesinilah disampingku teman, sandarkanlah kepalamu di pundakku, buatlah dirimu senyaman mungkin, sebenarnya saya juga merasa seperti yang kamu rasakan, tapi maaf untuk kali ini saya ingin memfokuskan diri ke ujian nasional demi kepentingan kita semua, jadi untuk sejenak lupakan asmara”
Kiki terkejut ketika Henra langsung berdiri dan mengatakan
“kamu memang wanita terbaik yang pernah saya temui, makasih telah menyadarkan saya”
Mulai saat itu, Henra sudah sadar bahwa di balik kesedihannya itu masih banyak yang mesti dilakukan untu mengubah nasibnya, dia harus berusaha belajar keras untuk menghadapi ujian nasional, dia ingin menjadi yang terbaik untuk ibunya, karena ayahnya yang kurang memberi kasih sayang dan kesenangan ibunya, Henra pun bertekad baru akan memikirkan asmara setelah dia berhasil nanti.

SHARE THIS POST

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Azhar Basis Panrita
Exfi D'mond Blog, "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu)

0 komentar:

Coretan Si Pembuat Onar



Coretan Si Pembuat Onar
Karya: Azhar Basis Panrita

Tangisan bukanlah jawaban atas perbuatan yang telah dilakukan. Coretan di kertas tak akan bisa di hapuskan lagi walau terhapus akan menyisahkan noda, itulah kehidupan Indra penuh dengan coretan yang coba di hapuskan untuk menebus semua kesalahan masa lalunya.
Sekarang dia telah menjadi seorang yang bisa dikatakan jelas dalam masa depan. Mengakhiri dahaga akan masa depan yang curam membuka lembar baru dan berhati-hati dalam melangkah adalah prinsip hidup yang membuatnya bisa terlepas dari kelamnya masa lalu. Menjadi generasi masa depan dalam memperjuangkan cita-cita parah pahlawan yang membangun negeri ini dengan semangat juang yang tak pernah padam walaupun hanya bersenjatakan bambu runcing, tak pernah gentar membela negeri ini. Insyaallah tiga tahun lagi dia akan meneruskan pekerjaan ayahnya menjadi seorang pimpinan di sebuah kelurahan.
Akan berbanding terbalik apabila kita menengok tiga tahun yang lalu. Tiga tahun yang dilaluinya dengan sia-sia membuat semua orang yang menyayanginya menitihkan air mata. Indra hidup di sebuah pemukiman yang memiliki pergaulan bebas, mulai dari rokok, alkohol bahkan narkoba yang berupa sabu-sabu akan sangat mudah ditemukan di pemukiman itu.
Saat itu Indra baru duduk di kelas 1 SMA jurusan IPA. Masa-masa pencarian jati diri membuatnya terjerumus ke dalam lingkaran kemaksiatan. Lebih dari tiga sekolah dilaluinya, sekolah terakhirnya yaitu sekolah yang berlandaskan agama Islam, terletak di Kabupaten Pinrang tanah Lasinrang.
Semua keburukannya terbongkar setahun sebelum Ujian Nasional. Pagi itu ayahnya membangunkan Indra.
“indra apa ini??” Tanya ayahnya dengan suara lantang
Pagi itu entah kebetulan atau pun memang sudah takdir dari Allah SWT. ayah Indra mendapati alat untuk mengkonsumsi sabu-sabu yang di sembunyikannya di atap kamarnya. pertanyaan ayah indra tersebut bukanlah sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, melainkan sebuah pertanyaan yang membutuhkan penjelasan atas apa yang telah diperbuatnya.
Indra tertunduk ingin mencoba mengelak namun tertangkap basa tak tau apa yang harus dilakukan. Mencoba meneteskan air mata buayanya bermaksud agar kemarahan ayahnya dapat reda. Namun, semua itu hanya sia-sia belaka karena ayahnya marah tak dapat dibendung.
“indra nak, kenapa ada ini nak?” Tanya ayahnya lagi dengan suara yang lebih besar dan dengan meneteskan air mata
“kenapaki bapanya? Kenapai Indra?” Tanya Ibu Indra dengan rauk muka yang menunjukkan kekawatiran.
“ini, ini, perbuatan Indra, pakai narkoba” jawab ayah Indra dengan menunjukkan alat sabu-sabu.
“apa ini nak? Kenapa na ada ini nak? Dari manaki dapat?” Tanya ibu Indra yang akhirnya tertangis melihat apa yang telah dilakukan anaknya.
Indra tetap saja diam tertunduk tak mau menjawab pertanyaan yang dilontarkan ayah dan ibunya. Dan beberapa kali menghapus air mata di pipinya.
Aktifitas seakan lumpuh pagi itu ayah Indra yang ingin mendapat penjelasan dari Indra menjadi emosi karena sikap Indra yang menjadi kalem (pendiam) tak berpikir panjang ayahnya pun mengambil tali pinggang dan memukul Indra.
“ampung, ampung maka pa’” kata Indra
Namun semua itu telah terlambat ayah indra sudah lepas kendali akan dirinya memukul indra dengan membabi buta.
“sudah mi bapaknya” kata ibu Indra. Nampak kodrat perempuan yang tak akan mampu melihat buah hatinya di pukul walaupun nyatanya anaknya telah melakukan kesalahan.
Tak lama seteah emosi ayahnya telah terluapkan semua dia pun mencoba bertindak professional dengan pekerjaan di kantor yang telah menantinya. Dia hanya menyuruh istrinya untuk mengawasi anaknya sampai dia pulang dan melarang Indra ke sekolah hari itu.
Sekitar pukul 09:00 handphone ayah Indra berbunyi
“tidak adai indra di rumah bapanya”
Ternyata itu adalah telepon dari sang istri tercinta yang menyampaikan bahwa Indra telah kabur dari rumah, dengan tangis ibunya mencoba mejelaskan. Ayah indra yang mendengar itu langsung meminta izin dengan atasan lantas bergegas ke rumah.
Setibanya di rumah ayah Indra lantas mencoba menelpon nomor Indra namun tak diangkat. Tak tahu harus bagaimana ayahnya tetap saja menelepon Indra. Di malam hari handphone ayah Indra berbunyi lagi kali ini Indra yang menelepon
“pa, jangan meki carika pa. nanti sukses paka baru kembali. Minta maapka pa’ insyaallah berenti maka pakai sabu-sabu. Minta maapka pa,” kata Indra dengan terseduh-seduh tanda akan penyesalan atas apa yang telah di perbuatnya.
“pulang meki nak, tidak marah jika nak, pulang meki,”
Tiit tiitt tiiiitt….
Tanda Indra telah mematikan teleponnya.
Malam itu semuanya tampak hening tangisan dari ibu Indra mulai lagi kali ini tangisan terasa sangat dalam.
Keesokan harinya,
Ayah Indra mendengar dari teman Indra bahwa Indra dua-tiga hari akan pergi ke Kalimantan untuk mengadu nasib menjadi perantau di daerah orang. Ayah Indra pun kawatir yang ditakutkan jika Indra menjadi korban perdagangan bebas, dia pun segera kembali ke rumah dan menyampaikan ke istrinya.
Istrinya mencoba ke sanro ( bahasa bugis= orang pintar dalam hal gaib) agar mengetahui di mana anaknya sekarang. Dari perkataan sanro Indra berada di Langnga segera setelah itu ibunya pun mencari teman Indra yaitu La beddu. La beddu adalah teman sekelas Indra, La Beddu pun mengantar ayah dan ibu indra ke Langnga namun hasilnya nol besar ternyata Indra telah berpndah tempat lagi.
Kehabisan akal ayah Indra yang mengetahui bahwa Indra sangat saying akan ibunya menelepon Indra lagi dan mengatakan bahwa ibunya sakit karena tidak perna tidur memikirkan sang buah hati yang tak tahu di mana keberadaannya.
Keesokan hari,
Indra dating di waktu magrib dan langsung memeluk ibunya malam itu pun sangat mengharukan semuanya menangis baik indra, ibu ataupun ayahnya.
“minta map ka ma’, pa’ tidak ku ulang mi lagi,” kata indra
“iye nak jangan ki begitu lagi nah,” kata ibu Indra
Ayahnya pun berkata
“iye nak di maapkan jeki jangan meki pergi sompa (bahasa bugis = merantau),”
Malam itu berlalu dengan tangis dan penyesalan Indra.
Hari demi hari Indra menunjukka perubahan pada dirinya sampai akhirnya indra lulus dalam ujian Nasional yang tiap tahunnya memakan banyak korban, yang mana tiga tahun belajar ditentukan dengan tiga hari Ujian.
Pendaftaran pun terbuka Indra mencoba mendaftar ke dalam universitas negeri namun memang sudah di takdirkan, Indra tidak lolos dalam SPMB namun semua pasti ada hikmahnya karena setahun kemudian Indra lolos dalam sebuah sekolah pemerintahan.

SHARE THIS POST

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Azhar Basis Panrita
Exfi D'mond Blog, "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu)

0 komentar:

Romantika Cinta


Taktik – Taktik Cinta
Karya Azhar Basis Panrita
Tak, taak tak…
Bunyi langkahan kaki, seluruh siswa bergemuru masuk ke dalam kelas untuk mencari posisi yang terbaik untuk di tempati selama setahun. Misi di hari pertama memasuki tahun ajaran baru pastilah datang paling awal mencari tempat duduk, sudah merupakan suatu budaya yang akan kita temui tiap tahunnya.
Beberapa dari mereka sengaja duduk di dekat meja guru agar dapat mengetahui dengan jelas pelajaran yang disampaikan bapak / ibu guru. Ada juga yang duduk di bangku paling belakang kebanyakan dari mereka pasti orang yang acuh tak acuh terhadap pelajaran namun, ada juga yang sudah merupakan tempat duduk sisah dikarenakan datang paling akhir. Posisi itu merupakan posisi yang paling buruk itulah bangku belakang sudut kebanyakan dari siswa tidak akan memilih posisi yang sangat tidak strategis tersebut sudah di belakang, sudut lagi.
Posisi yang kebanyakan peminatnya yaitu posisi duduk yang terletak di tengah antara bagian depan dan belakang merupakan dambaan bagi para siswa posisi strategis untuk menangkal serangan pertanyaan dari guru.
“heii duduk sini,” kata seorang teman yang memanggilku
Orang yang memanggilku itu duduk di belakang sudut tempat yang sangat sangatku benci namun apa boleh buat sudah tidak ada tempat lain.
Masalah yang timbul kali ini yaitu apakah teman sebangkuku yang akan kutemani selama setahun ini orangnya baik? Ataukah dia memiliki sifat majaruju (bahasa bugis = buruk dan suka mengganggu) tanyaku dalam hati.
“kamu kelas X berapa dulunya?” Tanya teman sebangkuku itu
“aku kelas X.1, kalau kamu?”
“aku sih X.9”
“Ouh iyya nama mu siapa?” aku pun bertanya lagi
“namaku panjang sekali jadi panggil ajah aku innong karena teman-temanku sering memanggilku begitu” jawab temanku disertai dengan canda tawah dan senyuman yang manis.
            Dari caranya berbicara aku sudah tidak memikirkan sifat temanku itu karena dia terlihat ramah dan sopan santun.
            “Wahh cantik sekali anak itu, siapa yah namanya?” tanyaku dalam hati
            Setelah kutelusuri aku pun tahu wanita bag bidadari itu bernama intan dia dulunya kelas X.6. Perempuan cantik itu bersuara lembut selembut hatinya jika bertutur kata pasti tak ada katanya yang melukai hati dia cantik, manis dan baik juga tidak sombong.
            Hati ini terasa senang sekali ketika melihatnya perasaan menggebu-gebu menghampiriku ingin segera mendekatinya ingin akrab dengannya namun perasan malu-malu kucing masih menyertai diriku ini.
            Hari berlalu tanpa ada percakapan diantara diriku dan dirinya, aku hanya bisa termenung melihatnya dari sudut belakang tempat dudukku.
            Keeseokan harinya aku memberanikan diri untuk menghampirinya, perasaan ku sudah tercampur aduk dan tak sanggup lagi bagai harimau yang siap menerka mangsanya. Kuberanikan diri untuk sekedar berbicara basa-basi dengannya. Percakapan-percakapan itu membuat hati dan jiwa terasa sangat bahagia jika bisa terus berada disisinya bagai hati yang tak mau pergi darinya.
            Merebut hatinya adalah misiku selanjutnya, akupun siap menjalankan taktit-taktik untuk merebut hatinya.
            Taktik pertama mendapatkan nomornya.
            “aduh mana yah Hpku?, intan boleh pinjam HPnya ngak?”
            “nih” jawab intan sembari memberi HPnya
            Setelah selesai aku miscall HPku nomornya pun sudah berada di genggamanku.
            “hahahaha” senyumku dalam hati
            Malamnya, aku mengiriminya SMS (Short Message Service) sekedar basa-basi lagi.
            “intan thx yah tadi udah pinjamin HPnya” teks pesanku
            “iya, sama-sama” jawab intan
            Malam itu perang SMS pun terjadi kami saling berbalas SMS. Tak terasa udah larut malam intan pun tak lagi membalas SMSku mungkin karena telah tertidur pulas.
            Taktikku selanjutnya menjadi penjaganya.
            Aku berusaha untuk membantunya sebisah mungkin ada keperluan pasti ku bantu. Pokoknya selama masih bisa, aku selalu ada untuknya.
            Taktikku yang ketiga, mencari apa yang disukainya.
            Pencarian pun dimulai, pertama bertanya keteman dekatnya apa-apa saja yang disukainya, dari warna, hewan, makanan bahkan artis favoritnya pun aku tanyakan pokoknya sedetil mungkin. Mulai membuka facebooknya dan melihat tentang dirinya agar lebih mempastikan kesukaannya.
            Ternyata dia suka boneka burung yang hidup di kutub dan satu-satunya burung yang bisa berenang dan tak bisa terbang. Yahh betul, penguin itulah hewan kesukaannya binatang yang telah beradaptasi dengan mengubah sayapnya menjadi ayunan agar bisa berenang dengan cepat itu adalah hewan kesukaannya.
            Warna kesukaannya adalah ungu, warna janda kata orang namun di balik itu semua warna ungu menunjukkan sikap ketegasan dan sifat konsisten.
            Sore hari, pencarian pun kumulai. Aku mulai mencarikan hewan kesukaannya itu dalam bentuk boneka sebagai hadiah untuknya kebetulan besok adalah hari ulang tahunnya. Mencari boneka penguin sangatlah sulit apalagi disesuaikan dengan keadaan keuanganku. Pencarian ku pun tak sia-sia aku menemukan boneka itu di toko aryangga dekat lapangan Lasinrang kabupaten Pinrang. Aku berniat memberikan kado itu sepulang dari sekolah.
            Keesokannya aku melihat dia sang bidadari manisku bersama seorang cowok tak tahu siapa cowok itu namun dari seragam dengan logo SMAN 1 Pinrang yang dipakainya pastilah dia siswa SMAN 1 Pinrang.
            “siapa yah dia? Apakah pacarnya? Atau memiliki hubungan keluarga? Atau apa!” tanyaku dalam hati
Perasaanku membara bagai api yang sangat panas siap membakar seluruh apa yang dilaluinya. Di kelas akupun bertanya ke intan.
“tan, siapa yang tadi pagi itu bersamamu?” tanyaku
“itu adalah mein geliebte” jawab intan
Geliebte adalah bahasa jerman yang berarti kekasih diberi kata depan mein sehingga berarti kekasihku. Perasaan camur aduk menghampiriku. Inikah yang dinamakan galau perasaan sakit yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Semua taktik-taktik yang kulakukan menjadi sia-sia belaka yang tak ada artinya.

SHARE THIS POST

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Azhar Basis Panrita
Exfi D'mond Blog, "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu)

0 komentar: