Kamu Inspirasiku
Karya: Muh.
Mansyawih Ridwan
Gerimis
tak berhenti juga, ditambah dengan Henra yang sejak pulang dari sekolah tadi
tak keluar-keluar dari kamarnya. Padahal jam dinding hadiah dari temannya sudah
menunjukkan pukul 17.15. Itu berarti adzan magrib semakin dekat.
Henra
kembali melirik buku paket biologinya. Aduh! Susahnya, ia membanting napas
kesal isi buku yang dibacanya dari tadi belum masuk juga ke otaknya. Karena
capek, ia selonjoran di kasur bergambar team sepakbola faforitnya manchester
united itu. Tapi ia malah teringat oleh mantannya. Sesekali dia melihat foto
mantannya yang masih tersimpan di galeri handphone nya. Huh, seandainya! Kenapa
dia terus merasuki pikiranku. Malas ah!
Ia
sekejap langsung menyimpan ponsel genggam nya kembali ke kantong. Bodohnya aku!
Cowok berambut lurus hitam itu mengeluh, namun penyesalan yang menginjak-nginjak
batinnya tidak pergi-pergi juga. Iih, Henra menggumam. Kenapa aku dulu
menyia-nyiakannya ya? Ga dewasa, kurang bersyukur? Atau, dia yang terlalu
seperti anak kecil?
Kenangan
itu masih tertempel di otak Henra, saat sosok yang dikenangnya itu mengirimkan
sms yang singkat dan penuh makna kepadanya. Pesan yang isinya mengajak Henra
putus dengannya. Memang sosok Kiki yang seperti anak kecil, tetapi familiar,
mudah bergaul, wajahnya yang bersih, dan bertubuh tinggi namun agak kurus itu
bukan termasuk tipe Henra. Tapi ia sulit untuk memutuskan putus atau tidak pada
saat itu. Selama ini semenjak putus dengan Kiki, ia sering berkhayal, berkhayal
seandainya ia bisa lebih berpikir dewasa lagi. Namun yang sudah terjadi tidak
bisa kembali lagi.
Daripada
ia teringat dengan kekerasan bapaknya, ia mending terlintas kenangannya dengan
Kiki. Plak!! Batin Henra tergoncang, tamparan bapaknya ke bundanya itu sampai
menggerakkan gendang telinganya. Bapak, Bapak! Cukup! Henra berlari melerai
perkelahain antara bapak dan ibunya. Tak heran kalau Henra terkadang berdiam
diri di kelasnya. Wajah gelisahnya membuat dirinya penuh dengan misteri. Tapi
sesungguhnya ia termasuk lelaki sabar dan kuat karena ia dapat bertahan dengan
kondisi keluarga seperti itu.
“Saatnya
jam ke lima dimulai !” Bunyi bel sekolah Henra berdenting, yang menandakan jam
istirahat telah usai. Namun Tari masih tetap duduk termenung di bangkunya
sampai Herul sobatnya itu membangunkannya dari lamunannya.
“Nra!”
“Eh, kok kamu ngelamun terus, ada apa denganmu sobat?”
“Iya nih, ini lagi pusing kawan.”
“Ooo, makanya saya heran dengan kamu, padahal biasanya kamu yang paling ribut dikelas ini.”
“He, itu itu Kiki!” Herul menyoel-nyoel Henra. Ada apa sih! Kalau kamu suka dia jangan kayak gini dong! lah yang suka dia sebenarnya aku apa kamu sihh !! Herul menyindir sobatnya itu.
“Nra!”
“Eh, kok kamu ngelamun terus, ada apa denganmu sobat?”
“Iya nih, ini lagi pusing kawan.”
“Ooo, makanya saya heran dengan kamu, padahal biasanya kamu yang paling ribut dikelas ini.”
“He, itu itu Kiki!” Herul menyoel-nyoel Henra. Ada apa sih! Kalau kamu suka dia jangan kayak gini dong! lah yang suka dia sebenarnya aku apa kamu sihh !! Herul menyindir sobatnya itu.
Tapi
dengan kelucuan sahabatnya itu, akhirnya Tari dapat tersenyum yang sejak
kemarin ia terus terdiam dan bersedih karena bapaknya itu menampar bundanya
yang tak sengaja mengingatkan bapaknya untuk tidak pulang malam dan berhenti
minum minuman keras. Rul, aku tuh udah putus dengannya! Henra menyela sobatnya
dengan menahan ketawa.
Tentu
saja Henra nggak akan mengatakan ke Herul kalau ia sedang sedih dan meratapi
takdirnya. Batas bercerita tetap ada. Dan Tari tak ingin sobatnya itu bersedih
lantaran kehidupannya yang menyedihkan.
Dan
siang itu meskipun Henra mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tapi pikirannya
masih melayang kemana-mana. Seandainya Kiki masih menjadi kekasihku! pasti masalahku
akan reda dengan adanya dirinya. Huh malangnya nasibku. Eiiiiihh!! Teriakannya
membuat sekelas gaduh dan kaget. Ini berawal dari Akhmad yang menepuk bahu
Henra.
“Nra,
hihihihi, kok ngelamun aja, nanti kesambet lo!” Akhmad pura-pura tak mengerti
kesalahannya. Padahal gara-gara dia Tari dipanggil ke depan oleh Bu Hali, guru
paling killer di sekolah.
“Henra! Maju ke depan.”
“Henra! Maju ke depan.”
“Oh,
My God!”
“Bilang
apa kamu tadi ?”
“Ndak
Bu, ndak!”
Semua
teman Henra tertawa sambil menahan ketawa karena tak ingin Bu Hali mendengar
ketawa mereka, namun tidak dengan Herul dan Kiki. Mereka terlihat sedang
berpikir sesuatu.
“Ada
apa ya dengan Henra ?”
“Iya
ya, ada apa dengan Henra, apa mungkin gara-gara aku ?”
Teman
sebangku Herul dan yang tak lain adalah Kiki mencetuskan kata-kata seperti itu.
Dan membuat Herul terkejut dan berpikir apa sebenarnya mereka berdua masih
saling suka.
Tapi…………
Di lain posisi, Bu Hali memarahi Henra habis-habisan.
Tapi…………
Di lain posisi, Bu Hali memarahi Henra habis-habisan.
“Henra,
kamu itu! Kalau kamu tidak ingin mengikuti pelajaran saya. Kamu jangan menganggu
pelajaran Ibu!” muka Henra yang memerah membuat dirinya tampak habis makan 100
cabe merah keriting yang biasa dilihatnya ketika diminta bundanya membantu
karena dia anak semata wayang ibu nya.
Ti dididingg………… bel pulang yang lagu terakhir ditutup dengan lagu sayonara berbunyi
Ti dididingg………… bel pulang yang lagu terakhir ditutup dengan lagu sayonara berbunyi
Untung
penderitaan Henra berhenti juga, bel sekolah yang memengakkan telinga itu
menyelamatkan hidupnya hari ini. Tak hanya Henra, teman-temannya juga
terselamatkan. Karena mereka ingin sekali tak mengikuti pelajaran ini. Tapi begitu
melihat Bu Hali, akhirnya mereka mengikutinya.
“Duduk
kamu! Ketua kelas pimpin doa!”
“Iya
Bu.” Henra dan ketua kelasnya menyahut bersama. Setelah Bu Hali keluar dari
kelas, Herul dengan tas merah terangnya itu langsung menyambar Henra. Nra kamu
kenapa tadi?
“Iya,
kamu kenapa ?”
Oh
my God, Kiki! Henra yang semula cemberut langsung bersinar-sinar ketika Kiki
menghampiri dan perhatian kepadanya.
“Aku
nggak apa-apa kok Kiki! Aku cuma cuma……..”
“Cuma
ngelamunin kamu Kiki.” Akhmad menyela perkataan Tari namun Herul membela sobatnya.
“Akhmad, kamu ini apaan sih, tidak tau apa-apa langsung nyelonong saja”
“Nggak nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Kiki ?” Henra mengalihkan suasana dan itu berhasil.
“Ya sudah, saya pulang dulu ya.” Kiki melirik Henra dengan senyumnya yang bisa membuat Henra mabuk kepayang.
“Akhmad, kamu ini apaan sih, tidak tau apa-apa langsung nyelonong saja”
“Nggak nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Kiki ?” Henra mengalihkan suasana dan itu berhasil.
“Ya sudah, saya pulang dulu ya.” Kiki melirik Henra dengan senyumnya yang bisa membuat Henra mabuk kepayang.
“Henra,
kamu bener-bener pusing tidak ?”
“Ehmm,
nggak sih, aku tadi lagi mikirin Kiki tapi gara-gara Akhmad tukang usil itu, aku
jadi dicereweti Bu Hali deh.”
“Ooo,
sabar saja lah sobat!”
“iaa,
makasih ya!!!” Henra memanggil sobatnya itu dan merangkulnya agar Herul segera
pulang dengannya. Lalu mereka menuju ke parkiran tempat motor Herul di parkir
karena mereka memang sering barengan berangkat kesekolah.
Sesampainya
di rumah, Henra langsung merebahkan diri diatas kasurnya yang berukuran 1 x 2
meter, ketika hampir tertidur, tiba-tiba ponselnya berbunyi, dilihat ternyata
Kiki yang menghubunginya dengan sigap ia langsung mengangkat.
“assalamualaikum,
ada apa Kiki ?”
“Waalaikumsalam,
begini Henra, bisa tidak kamu nanti sore ke rumah ada yang ingin saya
bicarakan”
“ia,
InsyaAllah saya kerumahmu nanti sore”
Singkat
tapi langsung membuat hati Henra senang tiada tara, ia langsung bergegas
memilah-memilih baju yang akan dikenakan untuk dipakai kerumah Kiki, padahal
sebenarnya maksud Kiki memanggil Henra kerumahnya itu lain, yaitu untuk
meluruskan masalah Hendra yang akhir-akhir ini sering melamun dikelas karena
Kiki memang dikenal familiar ke teman kelas dan sering membantu teman
sekelasnya yang lagi kesusahan.
sesampainya dirumah Kiki, dengan tangan bergetar Henra mengetuk pintu rumah kiki, terdengar seseorang melangkah dari ruangan tengah, ternyata Kiki kemudian Henra dipersilahkan masuk.
Henra dengan ceplas-ceplosnya langsung menanyakan ke Kiki
sesampainya dirumah Kiki, dengan tangan bergetar Henra mengetuk pintu rumah kiki, terdengar seseorang melangkah dari ruangan tengah, ternyata Kiki kemudian Henra dipersilahkan masuk.
Henra dengan ceplas-ceplosnya langsung menanyakan ke Kiki
“sebenarnya
ada apa Kiki sehingga saya dipanggil kesini”
“begini
teman, kamu taukan siapa yang sering peduli di kelas jika ada teman yang punya
masalah, makanya saya disini memanggilmu untuk membantu kamu yang kelihatannya
lagi punya masalah”
Dengan
lesu Henra berusaha menjawab, dia sadar dia sudah menjadi teman Kiki seperti
teman-teman yang lainnya.
“begini
Kiki, saya memiliki sedikit masalah keluarga, selain itu saya juga memiliki
masalah asmara, kalau boleh jujur sebenarnya saya masih sayang sama kamu Kiki”
Dengan
rona malu dan muka yang agak ditundukkan Henra menyatakan perasaannya yang
sudah lama menjadi beban di hidupnya tersebut.
“kesinilah
disampingku teman, sandarkanlah kepalamu di pundakku, buatlah dirimu senyaman
mungkin, sebenarnya saya juga merasa seperti yang kamu rasakan, tapi maaf untuk
kali ini saya ingin memfokuskan diri ke ujian nasional demi kepentingan kita
semua, jadi untuk sejenak lupakan asmara”
Kiki
terkejut ketika Henra langsung berdiri dan mengatakan
“kamu
memang wanita terbaik yang pernah saya temui, makasih telah menyadarkan saya”
Mulai
saat itu, Henra sudah sadar bahwa di balik kesedihannya itu masih banyak yang
mesti dilakukan untu mengubah nasibnya, dia harus berusaha belajar keras untuk
menghadapi ujian nasional, dia ingin menjadi yang terbaik untuk ibunya, karena
ayahnya yang kurang memberi kasih sayang dan kesenangan ibunya, Henra pun
bertekad baru akan memikirkan asmara setelah dia berhasil nanti.
0 komentar: