Coretan Si Pembuat Onar
Coretan Si
Pembuat Onar
Karya: Azhar Basis Panrita
Tangisan bukanlah jawaban atas perbuatan yang telah
dilakukan. Coretan di kertas tak akan bisa di hapuskan lagi walau terhapus akan
menyisahkan noda, itulah kehidupan Indra penuh dengan coretan yang coba di
hapuskan untuk menebus semua kesalahan masa lalunya.
Sekarang dia telah menjadi seorang yang bisa
dikatakan jelas dalam masa depan. Mengakhiri dahaga akan masa depan yang curam
membuka lembar baru dan berhati-hati dalam melangkah adalah prinsip hidup yang
membuatnya bisa terlepas dari kelamnya masa lalu. Menjadi generasi masa depan dalam
memperjuangkan cita-cita parah pahlawan yang membangun negeri ini dengan
semangat juang yang tak pernah padam walaupun hanya bersenjatakan bambu
runcing, tak pernah gentar membela negeri ini. Insyaallah tiga tahun lagi dia
akan meneruskan pekerjaan ayahnya menjadi seorang pimpinan di sebuah kelurahan.
Akan berbanding terbalik apabila kita menengok tiga
tahun yang lalu. Tiga tahun yang dilaluinya dengan sia-sia membuat semua orang
yang menyayanginya menitihkan air mata. Indra hidup di sebuah pemukiman yang
memiliki pergaulan bebas, mulai dari rokok, alkohol bahkan narkoba yang berupa
sabu-sabu akan sangat mudah ditemukan di pemukiman itu.
Saat itu Indra baru duduk
di kelas 1 SMA jurusan IPA. Masa-masa pencarian jati diri membuatnya terjerumus
ke dalam lingkaran kemaksiatan. Lebih dari tiga sekolah dilaluinya, sekolah
terakhirnya yaitu sekolah yang berlandaskan agama Islam, terletak di Kabupaten
Pinrang tanah Lasinrang.
Semua keburukannya
terbongkar setahun sebelum Ujian Nasional. Pagi itu ayahnya membangunkan Indra.
“indra apa ini??” Tanya
ayahnya dengan suara lantang
Pagi itu entah
kebetulan atau pun memang sudah takdir dari Allah SWT. ayah Indra mendapati
alat untuk mengkonsumsi sabu-sabu yang di sembunyikannya di atap kamarnya.
pertanyaan ayah indra tersebut bukanlah sebuah pertanyaan yang membutuhkan
jawaban, melainkan sebuah pertanyaan yang membutuhkan penjelasan atas apa yang
telah diperbuatnya.
Indra tertunduk ingin
mencoba mengelak namun tertangkap basa tak tau apa yang harus dilakukan.
Mencoba meneteskan air mata buayanya bermaksud agar kemarahan ayahnya dapat reda.
Namun, semua itu hanya sia-sia belaka karena ayahnya marah tak dapat dibendung.
“indra nak, kenapa ada
ini nak?” Tanya ayahnya lagi dengan suara yang lebih besar dan dengan
meneteskan air mata
“kenapaki bapanya?
Kenapai Indra?” Tanya Ibu Indra dengan rauk muka yang menunjukkan kekawatiran.
“ini, ini, perbuatan
Indra, pakai narkoba” jawab ayah Indra dengan menunjukkan alat sabu-sabu.
“apa ini nak? Kenapa na
ada ini nak? Dari manaki dapat?” Tanya ibu Indra yang akhirnya tertangis
melihat apa yang telah dilakukan anaknya.
Indra tetap saja diam
tertunduk tak mau menjawab pertanyaan yang dilontarkan ayah dan ibunya. Dan
beberapa kali menghapus air mata di pipinya.
Aktifitas seakan lumpuh
pagi itu ayah Indra yang ingin mendapat penjelasan dari Indra menjadi emosi
karena sikap Indra yang menjadi kalem (pendiam) tak berpikir panjang ayahnya
pun mengambil tali pinggang dan memukul Indra.
“ampung, ampung maka
pa’” kata Indra
Namun semua itu telah
terlambat ayah indra sudah lepas kendali akan dirinya memukul indra dengan
membabi buta.
“sudah mi bapaknya”
kata ibu Indra. Nampak kodrat perempuan yang tak akan mampu melihat buah
hatinya di pukul walaupun nyatanya anaknya telah melakukan kesalahan.
Tak lama seteah emosi
ayahnya telah terluapkan semua dia pun mencoba bertindak professional dengan
pekerjaan di kantor yang telah menantinya. Dia hanya menyuruh istrinya untuk
mengawasi anaknya sampai dia pulang dan melarang Indra ke sekolah hari itu.
Sekitar pukul 09:00
handphone ayah Indra berbunyi
“tidak adai indra di
rumah bapanya”
Ternyata itu adalah
telepon dari sang istri tercinta yang menyampaikan bahwa Indra telah kabur dari
rumah, dengan tangis ibunya mencoba mejelaskan. Ayah indra yang mendengar itu
langsung meminta izin dengan atasan lantas bergegas ke rumah.
Setibanya di rumah ayah
Indra lantas mencoba menelpon nomor Indra namun tak diangkat. Tak tahu harus
bagaimana ayahnya tetap saja menelepon Indra. Di malam hari handphone ayah
Indra berbunyi lagi kali ini Indra yang menelepon
“pa, jangan meki carika
pa. nanti sukses paka baru kembali. Minta maapka pa’ insyaallah berenti maka
pakai sabu-sabu. Minta maapka pa,” kata Indra dengan terseduh-seduh tanda akan
penyesalan atas apa yang telah di perbuatnya.
“pulang meki nak, tidak
marah jika nak, pulang meki,”
Tiit tiitt tiiiitt….
Tanda Indra telah
mematikan teleponnya.
Malam itu semuanya
tampak hening tangisan dari ibu Indra mulai lagi kali ini tangisan terasa
sangat dalam.
Keesokan harinya,
Ayah Indra mendengar
dari teman Indra bahwa Indra dua-tiga hari akan pergi ke Kalimantan untuk
mengadu nasib menjadi perantau di daerah orang. Ayah Indra pun kawatir yang
ditakutkan jika Indra menjadi korban perdagangan bebas, dia pun segera kembali
ke rumah dan menyampaikan ke istrinya.
Istrinya mencoba ke
sanro ( bahasa bugis= orang pintar dalam hal gaib) agar mengetahui di mana
anaknya sekarang. Dari perkataan sanro Indra berada di Langnga segera setelah
itu ibunya pun mencari teman Indra yaitu La beddu. La beddu adalah teman
sekelas Indra, La Beddu pun mengantar ayah dan ibu indra ke Langnga namun
hasilnya nol besar ternyata Indra telah berpndah tempat lagi.
Kehabisan akal ayah
Indra yang mengetahui bahwa Indra sangat saying akan ibunya menelepon Indra
lagi dan mengatakan bahwa ibunya sakit karena tidak perna tidur memikirkan sang
buah hati yang tak tahu di mana keberadaannya.
Keesokan hari,
Indra dating di waktu
magrib dan langsung memeluk ibunya malam itu pun sangat mengharukan semuanya
menangis baik indra, ibu ataupun ayahnya.
“minta map ka ma’, pa’
tidak ku ulang mi lagi,” kata indra
“iye nak jangan ki
begitu lagi nah,” kata ibu Indra
Ayahnya pun berkata
“iye nak di maapkan
jeki jangan meki pergi sompa (bahasa bugis = merantau),”
Malam itu berlalu
dengan tangis dan penyesalan Indra.
Hari demi hari Indra
menunjukka perubahan pada dirinya sampai akhirnya indra lulus dalam ujian
Nasional yang tiap tahunnya memakan banyak korban, yang mana tiga tahun belajar
ditentukan dengan tiga hari Ujian.
Pendaftaran pun terbuka
Indra mencoba mendaftar ke dalam universitas negeri namun memang sudah di
takdirkan, Indra tidak lolos dalam SPMB namun semua pasti ada hikmahnya karena
setahun kemudian Indra lolos dalam sebuah sekolah pemerintahan.
0 komentar: